Monthly Archives: Juni 2010

Ah! Nusantara

Standar

Orang-orang mengenalnya dengan sebutan nusantara
Sejarahnya penuh luka dan prahara
Pernah berkuasa sampai ujung Malaya sana
Zaman Majapahit dan Sriwijaya sebagai cerita
Berdatangan raksasa yang menjelma jadi manusia
Sampai raksasa hanya tinggal nama
Berganti si matahari yang berwajah ganda
Seumur jagung berkata Jayabaya
Menanti ucapan Soekarno dan Hatta
Menjadi tanda nusantara tertawa

Kuasa berganti para syuhada negara
Memerintah dengan undang-undang dasar empat lima
Tak lupa Pancasila
Indonesia tanah air beta
Tempat luka besar yang terus menganga

Kembali ke undang-undang dasar dan Pancasila sebagai sumpah
Rakyat mengharap mendapatkan arah
Pada mulanya sakti walau berdarah
Menanam emas dan perak di atas dan bawah
Mahkota dan bajunya besar membuat gagah

Berdarah-darah menyisakan amarah
Ucap tak didengar sebagai petuah
Mahkota dan baju ditanggalkan sudah
Nusantara menjadi gundukan sampah
Dimana-mana baru ketahuan badannya bernanah
Istana raja sebagai saksi semuanya tumpah-ruah
Jelata memuncak meratapi susah
Besi-besi kecil bebas mencari arah
Menembus daging-daging tipis tak bernoktah
Itulah tanda tanah memerah

Dua belas sudah janji menggema menjadi sukma
Nusantara katanya balik tertawa
Akan dirinya tak kunjung sehat juga
Menjadi negeri yang begundalnya penuh rupa
Berubah tak menentu karena trisula
Satu-persatu tanah dijarah
Lautan emas tapi nelayan dan ikannya resah
Trisula kini tumpul termakan sumpah-serapah
Nusantara tak bertuan menunggu sedekah
Susah, tak berubah, pasrah, ah!!

Karya: Satriwan
Jumat, 11 Juni 2010

Sajak Terbuang

Standar

Sajakku sajak orang terbuang
Terlempar jauh dari putaran sayang
Tinggi melangit ke lazuardi yang tujuh
Membawa seikat kain lusuh
Sajakku sayang sajakku malang
Hilang tenggelam terbawa malam
Hangus terbakar api sekam

Asa diharap tak kunjung datang
Menghampir tidak menengokpun tidak
Jiwa di dalam terus mengoyak
Siangku gersang malamku hilang
Mentari tak henti berdiri tegak
Ayam tak henti memberi sorak

Belumlah sampai di ujung jalan
Kaki tak letih menginjak melangkah
Membawa-bawa kain di badan
Walau panas dan haus singgah menjelang
Karena asa mestilah datang

Sajakku sajak orang menang
Naik ke punggung si kuda hitam
Tinggi besar si kuda pacu
Berlari kencang pantang diadu
Terlempar senyum menghentak pelana

Sajakku sajak orang disayang
Tak henti berlari menggapai riang
Sedang bara masih sembunyi
Keluar membakar semangat diri

Ramailah pasar ingin membeli
Karena penjaja bersorak bernyanyi
Menjadi hari karena pagi

Menghela nafas kuat di dada
Sampai senja datang menjelang

Sajakku sajak orang menang

Karya: Satriwan
Kamis, 10 Juni 2010