Siswa SMA: SBY Presiden Seumur Hidup

Standar

Sehari setelah HUT Proklamasi 17 Agustus 2010 berbagai media cetak dan elektronik cukup ramai memberitakan mengenai pernyataan Ruhut Sitompul (RS). Apa gerangan yang diucapkan oleh salah seorang pengurus DPP Partai Demokrat (DPP PD) itu. RS mewacanakan  penambahan masa jabatan presiden menjadi tiga periode. Jadi jabatan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai presiden republik ini otomatis ditambah tak hanya sampai 2014, tetapi sampai 2019. Tentu apa yang diucapkan oleh RP ini menjadi perdebatan, karena konstitusi Indonesia telah membatasi jabatan presiden maksimal dua periode. Jadi jabatan SBY dibatasi secara konstitusional sampai 2014. Mengutip UUD 1945 Pasal 7, Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan. Secara eksplisit konstitusi telah mengatakan bahwa jabatan presiden dan wakil presiden maksimal hanya 2 periode. Sekali lagi (sebagai afirmasi) bahwa jabatan presiden dan wakil presiden hanya 2 periode. Ini menarik menjadi diskursus (terlepas dari apa motivasi RS mewacanakan itu), karena secara yuridis-formal konstitusi alias UUD 1945 itu adalah halal untuk diamandemen. Teringat ketika menjelaskan pelajaran di kelas untuk para murid SMA penulis, bahwa sifat konstitusi secara umum terbagi dua, yakni konstitusi rigid (kaku) dan fleksibel (luwes). Secara konseptual konstitusi Indonesia bisa dikategorikan sebagai konstitusi yang rigid, karena mekanisme atau prosedural kelembagaan untuk melakukan amandemen terhadap UUD 1945 adalah susah. Sulit dalam artian proses amandemen UUD 1945 secara eksplisit diatur dalam Pasal 37 UUD 1945 hasil amandemen, dengan prasyarat yang banyak.

Ada dua pendekatan jika ingin menelaah lebih dalam mengenai kategorisasi UUD 1945, apakah rigid atau fleksibel. Pertama, secara kelembagaan yaitu UUD 1945 sebelum amandemen menjelaskan bahwa amandemen konstitusi sangat susah untuk dilakukan. Apalagi adanya Tap MPR No. IV/MPR/1983 yang akhirnya melahirkan UU No. 5 Tahun 1985. Secara garis besar kedua peraturan itu mengatakan jika MPR ingin mengubah UUD 1945 maka terlebih dulu harus meminta pendapat rakyat melalui referendum. Bahkan lebih rigidnya lagi Tap MPR itu sebenarnya lebih bernuansa (politis) tidak memiliki keinginan untuk mengubah UUD 1945. Sebenarnya yang menentukan untuk mengubah konstitusi pada waktu itu adalah keputusan referendum oleh rakyat, bukan oleh lembaga MPR. Tapi kalau sekarang keputusan untuk mengamandemen konstitusi terletak pada lembaga MPR, bukan oleh rakyat. Jadi bisa dikatakan bersifat fleksibel secara kelembagaan. Kedua, secara mekanisme-prosedural atau teknis. UUD 1945 pasca amandemen, walaupun bukan ditentukan oleh rakyat tetapi proses perubahannya cukup berat (prasyaratnya). Dalam pasal 37 itu jelaskan mengenai prasyarat yuridis-politis untuk bisa mengubah konstitusi.

Nah, kembali ke konteks jabatan presiden maksimal hanya dua periode tadi, jelas bahwa UUD 1945 boleh-boleh saja untuk diamandemen (termasuk pasal tentang masa jabatan presiden). Walaupun mekanisme prosedural pengubahannya sangat susah dengan prasyarat yang begitu berat (secara yuridis-politis). Tapi ada juga sebagian masyarakat yang menilai bahwa konstitusi kita masuk kategori yang fleksibel, seperti dijelaskan di atas. Justru karena Pasal 37 tadi yang membolehkan untuk mengamandemennya. Kemudian yang menganggapnya fleksibel berdalil, bahwa dibandingkan era Orde Baru, konstitusi Indonesia menjadi sesuatu yang sangat sakral, seolah-olah jauh dari kehidupan nyata manusia Indonesia atau dikatakan “konstistusi yang mati”. Berbeda dengan kondisi saat ini persepsi masyarakat dan termasuk anggota MPR terhadap konstitusi Indonesia adalah “living constitution” atau konstitusi yang hidup berkembang sesuai dengan bahsa zamannya. Jika secara prosedural sudah terpenuhi maka tinggal ketok palu saja untuk mengubah UUD 1945.

Di sekolah tempat penulis mengajar para murid juga banyak berdiskusi, termasuk beberapa guru. Seputar masa jabatan presiden SBY dan aturan tertulis dalam konstitusi Indonesia. Apakah Pak SBY bisa dipilih lagi untuk periode ketiga (2014-2019). Sebagai pengajar pelajaran Kewarganegaraan (Civics) SMA, penulis berpikir secara lebih holistik. Maksudnya dengan mengemukakan dua perspektif, yakni secara yuridis-formal dan politis. Secara yuridis-formal konstitusi Indonesia telah membatasai masa jabatan presiden itu hanya dua periode. Tetapi secara politik bisa saja para anggota MPR (anggota DPR & DPD) memiliki political will atau kemauan politik untuk mengamandemen UUD 1945 yang ke-lima, kita tidak tahu. Karena fenomena anggota parlemen kita sekarang ini lebih aneh ketimbang anak TK. Karena mereka bisa saja mencari-cari alasan untuk menipu rakyat agar kepentingannya tercapai, termasuk menginginkan SBY satu periode lagi. Dalam hal mencari-cari alasan, ini memang jagonya para anggota dewan, sebutlah wacana dana aspirasi (akhirnya banyak diprotes) walaupun diendapkan untuk sementara. Tanpa malu-malu kembali anggota dewan kita mewacanakan rumah aspirasi. Mungkin saja suatu saat nanti, ketika rakyat lupa, mereka mengusulkan mobil aspirasi, baju aspirasi, topi aspirasi, pulpen aspirasi, sekretaris pribadi aspirasi bahkan istri aspirasi. Wah, kenapa jadi membahas anggota dewan ya? Tapi inilah realita politik kata para pakar, politic is the art of possible.

Mendengar penjelasan sederhana itu para siswa terheran-heran. Lho, kok politik itu bisa menginjak-injak hukum ya Pak? Tanya para siswa kepada saya. Saya hanya tersenyum mendengar pertanyaan para siswa yang selalu kritis dalam pelajaran ini. Sepertinya mereka juga kecewa terhadap tingkah-polah para pemimpin bangsa sekarang. Tetapi begitulah kenyataannya, karena jika anggota dewan menginginkan (secara mayoritas) SBY dipilih lagi (dengan terlebih dulu mengamandemen konstitusi), itu akan menjadi kenyataan bukan lagi mitos. Penulis juga tak paham apa motivasi orang yang mewacanakan SBY untuk satu periode lagi. Walaupun melalui Anas Urbaningrum, dikatakan bahwa SBY patuh kepada UUD 1945 yang mengamanahkan jabatan presiden maksimal dua periode. SBY juga tidak akan menginginkan jabatan presiden untuk masa berikutnya. Terjadi ambiguitas sikap di internal partai besar itu. Namun wacana ini bisa berimplikasi kepada citra SBY yang selama ini beliau utamakan. Sebab di satu sisi rakyat akan menilai, jika itu terjadi maka Orde Baru Jilid II akan segera singgah di rumah kita dengan pemeran utama yang berbeda. Menjadi batu sandungan tentunya bagi SBY dan partainya. Di sisi lain kesejahteraan rakyat secara merata masih menjadi angan-angan, nun jauh di sana. Diskusi dengan para siswa tadi sangat dialogis, jujur dan terbuka. Karena saya teringat ucapan seorang siswa kepada saya. Kalau begitu keadaannya Pak, ya sudah saja Pak SBY dijadikan sebagai presiden seumur hidup, tanggung Pak kalau hanya tiga periode! Mendengar ucapan tersebut, saya tersenyum dan murid dalam kelas tersebut tertawa lepas. Wah, saya kagum mendengar kata-kata tajam dan kritis walaupun beraroma sindiran pedas mereka. Memang itulah anak didik saya.

About Satriwan Salim

Saya seorang mahasiswa lulusan jurusan ilmu sosial politik fakultas ilmu sosial unj. Keinginan saya untuk berkuliah di kampus negeri merupakan cita-cita dari kecil. Namun, ragu rasanya hati ini untuk bisa berkuliah, sebab orang tua tidaklah mampu seperti keluarga lain. Saya mencoba meranatu mengikuti jejak orang tua (bapak) untuk bersekolah smp dan SMA di Bogor. Dengan prestasi yang lumayan saya bisa mendaptkan beasiswa ketika di SMA. Sehingga ditawarkan untuk mengikuti program PMDK dari salah satu PTN di Jakarta oleh guru SMA tersebut. Syukur pada Allah, akhirnya saya diterima sebagai mahasiswa di Universitas Negeri Jakarta melalui jalur PMDK. Pengalaman Organisasi 1. Ketua Rohis SMAN 1 Ciawi, Bogor (Periode 2003-2004) 2. Staf Bazis LDK UNJ (Periode 2005-2006) 3. Staf Dep. Kaderisasi Islamic Center Al-Ijtima'i, FIS UNJ (Periode 2006-2007) 4. Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Jurusan Ilmu Sosial Politik, FIS UNJ (Periode 2006-2007) 5. Ketua Bidang Pemberdayaan Anggota, HMI Koorkom UNJ (Periode 2006-2007 dan Periode 2007-2008) 6. Ketua Umum Keluarga Mahasiswa Minang (KMM) Koorkom UNJ (Periode 2008-2009) 7. Sekretaris Jenderal Himpunan Nasional Mahasiswa PKN (HIMNAS PKN) (Periode 2008-2009) 8. Aktif di Pusat Kajian dan Pengembangan Ilmu-ilmu Sosial (PKPIS), UNJ

Satu tanggapan »

Tinggalkan komentar